Kegiatan Reserve Produk Logistic Terhadap Limbah Pabrik Modern

Pesatnya kemajuan industri teknologi informasi dan komunikasi selain berdampak positif, ada  juga dampak negatif dengan lahirnya limbah yang dikenal dengan sampah elektronik (E-Waste). Sampah elektronik ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan limbah pada umumnya, Seperti: peningkatan pertumbuhan yang tinggi dibanding sampah lainnya, mengandung substansi dan material berharga. akan tetapi, juga mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), dan proses pembuatannya menyebabkan pemborosan energi.

Ironisnya sampah-sampah ini diekspor ke negara-negara berkembang yang kemudian dijadikan sebagai bahan baku untuk dijadikan produk rakitan perusahaan-perusahaan elektronik yang ada di kota Batam, Semarang, dan Surabaya. Karena semakin mahalnya biaya pengolahan sampah elektronik yang dihasilkan industri negara-negara maju, akan berdampak juga pada pencarian solusi biaya murah yaitu dengan menjadikan sampah elektronik sebagai sumber nafkah negara-negara berkembang melalui perdagangan/pembuangan limbah berbahaya beserta turunannya. Suatu keniscayaan menjadikan Indonesia atau negara manapun sebagai tempat sampah negara-negara maju. Kebijaksanaan pemerintah seharusnya tidak sekedar bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan banyak hal, khususnya lingkungan hidup yang berkelanjutan. dikarenakan hal ini berdampak bagi polusi-polusi di negara berkembang terhadap limbah yang dihasilkan oleh negara-negara maju lainnya.

Oleh sebab itu, Pihak Logistic ikut melakukan suatu kegiatan seperti Reverse logistics (RL). Yang dimana,bisa diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan nilai dari produk yang sudah tidak terpakai. Implementasi yang tepat dari sistem RL dapat menghasilkan pengurangan biaya operasional karena menggunakan kembali atau rekondisi dari beberapa bagian. Bahkan dari beberapa perusahaan sengaja melakukan hal ini untuk mengeruk keuntungan. Kegiatan ini sangat penting bagi pertumbuhan penduduk  dengan produk-produk yang bersiklus hidup produk pendek, seperti industri telepon seluler. Kemudian ada beberapa kegiatan untuk mengurangi pencemaran limbah elektronik yakni : Gerakan Environmentalism mencoba memperbaiki masalah lingkungan dengan struktur yang sudah ada. Gerakan ini sangat diperlukan mengingat bahaya yang mengancam dari sampah elektronik. Salah satu gerakan yang bisa dilakukan Pemerintah dengan menggalakkan pihak suppliers chain position untuk meningkatkan kegiatan RL pada produsen, wholesaler, service centre, dan retailer. Beberapa negara bahkan sudah menggunakan kegiatan ini sebagai penambah devisa negara, karena daur ulang produk ini menjadikan produk tak bernilai menjadi bernilai dan dapat dijual kembali. 

Pengelolaan sampah elektronik melalui kegiatan RL merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan mengingat potensi bahaya yang dapat ditimbulkan jika dibiarkan. Sampah elektronik tidak hanya menjadi permasalahan suatu negara saja, akan tetapi merupakan masalah penanganan global yang harus ditangani bersama dalam suatu pengaturan internasional. Kita bisa saja mempelajarinya dari negara - negara seperti  Swedia dan Jepang yang telah mengubah masalah E-Waste yang mengancam lingkungan dan warga menjadi sumber pendapatan warga melalui kegiatan RL bahkan sampai menambah devisa Negara, seharusnya bisa dicontohkan  negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Harapannya negara-negara di Asia Tenggara sebagai negara terkonsumtif di dunia, pertama Indonesia kemudian disusul Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura, tertarik dengan kegiatan reverse logistics. Menurut Rangkuti (2011), prinsip pencemar membayar mengandung makna bahwa pencemar harus memikul biaya pencegahan pencemaran dan penguasa memutuskan untuk memelihara baku mutu lingkungan. Prinsip pencemar membayar adalah prinsip extended producer responsibilities.